Bisa dibilang, tempat ini jadi jujukan lokasi wisata pertama dalam kunjungan perdana saya di Kota Surakarta. Walaupun sempat terdengar desas-desus bahwa museum ini udah nggak laku dan hampir bangkrut (bahkan ada yang sempat dijual), tidak menyurutkan keinginan saya dan kakak saya menjajahi bagian dalam museum Radya Pustaka.

Saya cukup beruntung hari itu karena semua museum di bawah naungan Kemendikbud tidak dipungut biaya masuk selama bulan Agustus 2017, alias gratis! Ya termasuk museum ini. Sebelum benar-benar masuk ke dalam gedung museum, saya harus menulis buku tamu, yang saya lihat di sana tertulis ada pengunjung dari Spanyol dan negara lainnya. Saya juga sempat menanyakan tentang tiket gratis ini. Ternyata khusus Museum Radya Pustaka, periode gratis belum ditentukan sampai kapan karena museum baru saja ganti pengelola. Karena sebelumnya, negara bukanlah konservator museum, tapi oleh Yayasan Paheman Radyapustaka dengan para pegiat budaya sebagai salah satu pemberi dana hibah. Jadi, peraturan untuk tarif pengunjung menunggu kebijakan dari pengelola baru dan Perda. Kalau biaya tiket masuk diberlakukan kembali, pengunjung akan dikenakan gopek untuk wisatawan lokal, dan ceban buat para wisatawan asing. 

Di bagian beranda bangunan, beberapa arca, meriam beroda peninggalan VOC abad 17 dan 18, dan meriam-meriam lebih mini dipajang. Namun, saat mulai melangkahkan kaki ke dalam bangunan gedung, atmosfer rumah seorang petinggi langsung terasa. Lantai marmer berwarna abu-abu masih terlihat apik dan terawat. Di ruang pamer paling depan, saya seperti disambut pemilik rumah (ngeriiii🙈). Kursi dan meja bundar ditempatkan di sini dengan perabot kerajaan di sekelilingnya. Penempatan TV flat berukuran kecil di samping meja kursi ini menambah kesan ramah bagian depan bangunan. Ya karena TVnya menyiarkan review sejarah VOC datang ke Surakarta dengan background warna-warna klasik. Jadi saya serasa dipersilakan untuk duduk menikmati tayangan TV 😆.
Diambil dari sudut di depan TV
Memang menurut sejarahnya, bangunan bergaya gotik loji ini dulunya adalah kediaman warga Belanda. Bukan seperti perkiraan saya kalo rumah ini semacam rumah dinas petinggi keraton. Namun ternyata, sebagian besar koleksi museum berasal dari keluarga kepatihan Surakarta, ada juga pengusaha batik dan pegiat budaya lain. Sehingga koleksi museum ini makin banyak dan tidak terbatas benda-benda keraton Surakarta saja, namun juga perjalanan seni dan sastra pada masa itu.

Pakaian Petinggi Keraton dan Residen Belanda
Nah, masih di ruangan TV tadi, ada beberapa etalase yang memajang penutup kepala para tokoh jaman dulu. Hiasan kepala ini tetep berdasarkan hierarki status sosial pada masa itu, jadi cukup beragam juga. Kesan kolonial serta bergaya Arab masih kental tertuang di desain penutup kepala. Saya jadi inget helm pasukan Spartan yang khas ada jambul sepanjang kepala bagian tengah kayak anak punk hihihi 😋.

Perkakas Makan Keluarga Kepatihan



Kemudian saya berjalan lurus belok ke ruangan di sebelah kiri. Pikiran saya langsung tertuju akan tayangan sinetron ala-ala kerajaan jadoel yang selalu melibatkan perkakas-perkakas makan unik. Tapi bukan perkakas yang bertatahkan emas kayak yang di sinetron,  di sini sebagian besar koleksi berbahan kaca dan juga tanah liat seperti tembikar. 

Perlengkapan Seni dan Sastra


Ini adalah ruangan terakhir dari bangunan asli museum. Setelah ruangan ini, ada ruangan dengan bangunan baru yang dibentuk menyerupai bangunan asli. Satu set gamelan pelog-slendro tertata rapi di ruangan ini. Seperangkat wayang seperti wayang beber dan wayang kulit, lengkap dengan peti kayu tempat wayang juga ada di sini. Saya sempat terkesan dengan kondisi gamelan dan perangkat wayang yang masih bagus. Bermacam prasasti dari lempengan tembaga yang diukir juga membuat saya pingin ngerti tulisan Jawa Kuna plus artinya. Hiks.

Perpustakaan dan Balai Konservasi 
Kalo museum atau tempat wisata lain yang menyimpan kisah dibaliknya selalu menyediakan buku untuk dijual, museum ini malah menyediakan buku yang bisa dibaca langsung dan gratis! Perpustakaan adalah ruang terakhir dalam penelusuran saya di museum ini dan di sinilah pula detik-detik terakhir saya di Solo paling lama dihabiskan. Saya bertemu mas Bangkit (yang, psstttt...good looking) ketika di ruang arca dan mbak Yanti, pustakawan museum. Kami seperti teman lama yang jarang ketemu, bercerita banyaaaaak banget, paling banyak ya seputar wisata dan konservasi purbakala. Mas Bangkit baru aja nimbrung setelah selesai reresik koleksi untuk Pameran minggu depan (3-5 September 2017 di UNS). Keberadaan perpustakaan ini cukup memberikan gambaran untuk apa museum, atau museum ini khususnya, didirikan. Yup! Selain untuk menggambarkan keadaan jaman Surakarta pada masa dulu, juga untuk keberlanjutan eksistensi sejarah. Salah satunya ruang manuscript lengkap dengan alat pembacanya, di ruangan sebelah koleksi perkakas makan. Tapi, hanya pihak tertentu saja yang bisa masuk ke ruang manuscript ini, yang tentunya sudah mengantongi ijin seperti keperluan penelitian. Masuk ke ruang perpustakaan aja kalo gitu, nggak cuma buku-buku lawas jaman Belanda aja, cetakan modern full-colour pun tersedia!

Satu hal lagi yang membuat saya kagum dengan museum ini adalah adanya QR-code yang dipasang disetiap koleksi, jadi para pengunjung bisa langsung memindai QR-code untuk tau deskripsi lebih lanjut tentang koleksi itu. Tapi sayangnya kurang berfungsi dengan baik karena berulang kali kakak saya mencoba memindai, kodenya tetep nggak bisa terpindai, apalagi deskripsi koleksi. Akhirnya saya sampai juga di bagian belakang museum. Senang rasanya ketika gedung ini sedang menjalani proses renovasi dan penataan koleksi. Ada harapan yang bangkit dari keadaan yang kian menjepit antara kepekaan dan kekuasaan.
Kisah #2



Bukan kali pertama saya punya hewan peliharaan, tapi untuk pertama kalinya saya punya kucing. Tepat  seminggu yang lalu kucing saya mati. Calon kucing perjaka yang masih unyu-unyu ini sempat hampir menginjak umur 5 bulan kelahiran. Masalahnya sepele. Stres.
Source
Dua hari sebelum umurnya pas 5 bulan pas 23 Februari kemarin, kucing Pipi mati. Bukan karena sakit tapi dia mati setelah disapih induknya tepat masa 3 bulan kelahiran. Sisa-sisa hidup selama dua bulan itu bagi saya jadi masa terberatnya, mungkin dia belum siap ditinggal induknya kali ya. Awalnya nggak mau makan, lama kelamaan feses jadi cair, masalah pencernaan terjadi. Saya yang ketar-ketir takut dia kenapa-kenapa langsung bawa ke dokter hewan. Sempat makan sedikit-sedikit dan sumringah lantaran diajak main saudaranya, Gempi (bukan anak artis, ini anak kucing, red). Si pipi sempat ngilang juga 2 hari nggak pulang ke rumah, saya merelakannya, toh dia mungkin sudah merasa bakal mati makanya menjauh dari pemilik. Esoknya, dia pulang ketika hari wisuda saya tiba-tiba datang teriak-teriak minta makan. Kado terindah di hari bahagia saya :"

Nggak berlangsung lama, minggu berikutnya dia mengalami gangguan pencernaan yang lebih parah. Saya kebingungan fesesnya cair dan keluar terus sampe di kakinya, meskipun begitu si Pipi masih mau makan sama minum. Besoknya saya bawa ke dokter hewan lagi. Dokter memberi infus karena Pipi dehidrasi berat, saya sempat mbrabak berkaca-kaca dikit, dia makin lemah dan lemas. Singkat kata, dokter mendiagnosis bahwa Pipi terserang entritis yang mungkin dikarenakan stres berat. Dua hari kemudian, setelah perawatan intensif nyuapin makan, vitamin dan lain-lain, saya lihat dia mulai bernafas lebih cepat dari denyut kucing normal. Dia saya tempatkan di atas kursi, di pinggir kolam. Melihat keadaannya gitu, saya masuk kamar mencoba hubungi teman saya 'calon dokter hewan'. Dia menyarankan saya terus memantau nafas dan temperatur tubuh sambil menyuruh memegang kupingnya. 10 menit setelah mendapat instruksi begitu, saya tengok tempat Pipi saya baringkan. Dan apa yang terjadi...

Dia sudah mengambang di atas kolam ikan. 

Sontak, meleleh juga air mata saya. Lalu mengabarkan kabar duka ini ke semua orang di rumah saya. Saya memutuskan untuk menunggu Bapak Ibuk saja yang menguburkan. Dan saya bertekad buat merawat sodaranya, Gempi.

***

Malam harinya, Gempi cuma pingin tidur saja. Nggak biasanya. Ketika makan malam sudah saya siapkan, dia cuma mengendus kemudian tidur lagi. Padahal biasanya, dia selalu semangat ketika waktu makan datang.

Besok paginya, dia tetap nggak mau makan dan nggak mau minum juga. Mau nggak mau, saya harus nyuapin dia terus, ngasih vitamin. Treatment yang pernah saya lakukan dulu ke Pipi. Dua hari setelah masa nggak mau makan itu, saya melihat dia sudah mau minum dan mau makan agak banyak. Tapi setiap dia ke arah kolam tempat Pipi tried to suicide, dia selalu mengeong keras dan lebih keras ketika sambil mencari berkeliling daerah situ. Orang-orang rumah sempat terharu juga, ternyata kucing juga bisa merasakan kehilangan kayak manusia. Kami serumah juga baru tau!
Besoknya, badan Gempi tremor di sekitar kaki depan sampai kepalanya. Dibilang kedinginan juga nggak, karena kaki-kakinya saya cek selalu hangat. Teman saya yang 'calon dokter hewan' itu berasumsi, mengira-ngira, mungkin dia sedang dalam kondisi shock setelah kehilangan temen main. Singkat kata, besoknya dia selalu pingin keluar rumah dan tremor makin kerap. Sore hari, saya coba membelikan air kelapa buat dia. Saya coba minumkan sedikit-sedikit. Dia nggak mau respon, nggak mau menelan. Pokoknya saya keukeuh minumkan tiap setengah jam, biar doi juga nggak lelah dicekok terus. Setelah merasa cukup, 1 jam kemudian dia bisa jalan terseret-seret pindah tempat buat berbaring.

Nggak lama kemudian dia akhirnya bersuara. Kami serumah pun mendekat. Kami juga nggak nyangka kalo itu tadi suara terakhir yang akan kami dengar setelah ini. Badannya mulai kaku. Saya menjauh, tahu kalau ajalnya makin deket. Ibu memantau dan kakak terus memantau Gempi. Kakak saya emang sedikit lebay, dia terisak sambil mengelus kepala Gempi. Tepat jam 7 malam, satu-satunya kucing saya menyusul Pipi. 
***

Memiliki agenda untuk membersihakan kamar atau sudut lain di rumah adalah kegiatan yang paling saya tunggu-tunggu. Menurut saya, bersih-bersih rumah sama halnya dengan bersih-bersih pikiran yang numpuk bin buntu. Kadang juga, bisa buat menstimulus kreatifitas akan "mau ditaruh mana yah biar semua barang tertampung". Saya biasanya mengandalkan ide tutorial Do It Yourself (DIY) yang bisa dishare via YouTube atau Pinterest. 
Berhubung baru saja punya waktu buat beres-beres kamar, kali ini saya memilih lemari baju sebagai titik utama yang butuh perhatian.
Lalu saya mulai melakukan riset di Pinterest first thing to do organizing a closet. Jujur, saya selalu kurang puas kalo cari ide bersih-bersih di pinterest. Semacam.... kurang realistis gitu lah. Kondisi iklim di negeri barat sana beda sama di Indonesia. Kebanyakan lemari baju mereka versi built-in sedangkan di sini, saya termasuk, memakai lemari baju portable. Selain itu juga mereka cenderung mengelompokkan baju berdasarkan musim. 
Jadi, sekarang saya mau bagi-bagi tips menata lemari baju dengan menambah ruang dari kardus bekas. Kalo kayu bekas, mehong dipengerjaannya cyinttt....


Pertama: pilah-pilih cardboard atau kardus 
Perlu diperhatikan di sini untuk pemilihan kardus, usahakan pilih kardus yang agak kaku dan tebal. Karena nantinya, kardus ini akan sering ditarik seperti laci. Pengalaman pake kardus air minum mineral, tekstur kardusnya tidak padat jadi gampang terlipat. Untuk proyek DIY kardus, saya cenderung suka kardus pizza, atau kardus barang elektronik. 
Untuk lebar dan panjang kardus, sesuaikan dengan ukuran ruang yang kira-kira akan diberi laci ini nanti supaya sedikit potongan kardus yang terbuang percuma dan tidak banyak sambungan kardus. 
Ukuran laci yang akan saya tempatkan di lemari baju besarnya pas sama kardus Lazada. Saya hanya membagi dua kardus dan tidak perlu potongan kardus lainnya untuk penambahan ukuran.

Kedua: siapkan alat tempur
Peralatannya normal seperti mau bikin DIY biasa, yang perlu disiapkan:
- Lem tembak (glue stick)
- Penggaris dan pulpen
- Cutter 
- Lidi
- Kardus
- Kertas kado/ kain
alat dan bahan bikin laci kardus

Lidi di sini fungsinya sebagai penyangga bekas lipatan agar kerdus tetep terlihat tegak. Jangan lupa untuk SELALU mengukur lebar, panjang, tinggi, ruangan yang akan diisi laci (saran: jangan membuat besaran yang sama untuk kerdus dan ruang lemari). Beri ruang renggang sekitar 1 cm, karena ketebalan kerdus yang juga bisa menyita tempat.

Ketiga: mari bertempur!
1. Pertama-tama, saya membelah dua kerdus secara vertikal. Karena saya juga butuhnya dua sih.  Pastikan ukuran setiap sisi sudah diukur sebelumnya, potong jika ukuran belum sesuai. Setelah itu jadikan datar, seperti ini:
tanda silang merah (X) jangan dibuang, karena setiap sisa kerdus tetep bisa digunakan lagi. Di sini, (A) yang akan jadi dasar laci. Perlu sisi E untuk laci ini
2. Lipatan yang ada di bawah huruf, diakalin aja pakai lidi. Caranya: bagi lidi jadi beberapa bagian, lem pas diantara kedua bagian lipatan.

dalam atau luar kerdus nggak begitu ngefek 

3. Jadikan satu potongan-potongan kerdus tadi sebagai sisi E yang belum terpasang.

4. Setelah semua sisi terpasang, sekarang saatnya melapisi dengan kain/kertas kado. Untuk kesan lebih fancy, sebenernya pakai kain, tapi karena nggak ada kain perca di rumah, saya pakai kertas kado bekas. Lakukan hingga semua bagian tertutup.

5. Langkah terakhir, tambahkan pegangan berupa pita untuk membantu menarik laci. Supaya kardus tidak sobek ketika diselipkan pita, saya pakai jarum sulam untuk membantu pita masuk ke dalam kerdus. 

Dan... Tada! laci siap untuk di pasang di lemari baju. Saya pakai laci ini untuk wadah baju-baju dalam dan kaos kaki. 

Kisah #1

Semua orang pasti pernah mengalami hal ini. Berada di tengah-tengah, atau mungkin juga di ujung jauh, pertikaian dan adu mulut dari orang-orang sekitar. Meski nggak tau itu orang yg teriak-teriak siapa, nggak pernah kita tau, tetep bikin penasaran kan yang diperdebatkan apa? Apalagi yang orang-orang deket di sekitar kita, misalnya tetangga.

Entah ini kebiasaan orang Indonesia yang 'peduli' atau sifat natural manusia yang suka kepo aja, sih? Atau mungkin karakter bawaan cewek yang emang demen dengerin hal-hal yg bisa buat bahan nggosip?

Malam kemarin, saya main ke kosan teman yang ada di dalam gang. Nggak sempit-sempit banget sih, gangnya masih bisa dilewati dua mobil sekaligus. Kami bertiga lagi ngobrol-ngobrol gitu, trus denger sesuatu dilempar keras. Lalu denger orang teriak marah dan kata-kata kasar. Lalu muncul teriakan-teriakan yang saling timpal dan iringan kata-kata melerai "sudah.. Masyaallah, istighfar".
Kami berhenti ngobrol. Dengerin suara yang makin riuh. Seorang teman ngomong "Udah lah urusan rumah tangga oramg ngapain kita ikut ngurusin"

Yawdah deh ya, kami lanjut ngobrol. Tapi kayaknya antara omongan dan respon kami sering delay karena satu telinga sibuk dengerin, yang satunya lagi sibuk nguping. Nah, lho.
Akhirnya, kami bertiga memutuskan buat nguping aja mereka saling ngomong apa. Karena makin seru dan keras, kami pun nyoba buat ngintipin juga xixixi.

Kami terus mengumbar pendengaran biar makin jelas apa yang dimasalahkan. Topik obrolan kami pun jadi beralih tentang asumsi-asumsi, "Itu mungkin berebut ini", "Mungkin yang suara yang ngamuk ini pakdhenya", "Mungkin yang nangis ini ibuknya. Mungkin.."
Yaa kalo sudah begini muncul banyak "mungkin". Lalu saya berpikir kalau ada adu mulut begini kata-kata apa yang cocok buat melerai, gimana Cara yang pas biar keadaan berangsur tenang. Karena melerai pun, "sabar..istighfar" sambil menangis dan sedikit berteriak, juga bikin suasana makin panas Karena para  'pengumbar telinga' ini berasumsi ada pihak ketiga yang tersakiti.
Bahkan, nggak jarang juga para 'pengumbar' turut turun lapangan buat menenangkan keadaan.

Dikatakan pengumbar pun kadang juga nggak sepenuhnya Karena dengan 'mengumbar', malah bikin muncul rasa empati. Bisa juga jadi evaluasi diri kalau mengalami beginian nanti. Atau juga.. kira-kira apa tujuannya mengumbar pendengaran dari pertikaian begini?
why i made this blog?
I really don't know, raditya dika it's my first inspiration when i was junior high school.
Now, i have no time to posted here.
i have no topics
no people to see this blog
no inspiration
no decorations
no no no no no.
feels like desperate
and one day, i visited my friend's blog rara-almira.blogspot.com. Wow!! Awesome, what i've seen isn't like that i felt. 

She's decorated harder than me. I know, she's good at IT already. Sometimes he posted in English, maybe it's the cause. I want more visitors, then I'm trying to use English too in this post hehehe. (it's my first post in english). I'm not good at English like her. One of visitor from Aussie and Singapore, it's great for amateur right? for beginner. I know that from her chatbox, then I follow her to add chatbox in here. but, nothing. Still quite!! I have got hit counter too, so i can detect my visitor. but, nothing. 

And now, i dont know what I should be.
my site is going down.
That's okay, I have to be patient.
Look, what's going on later.
Persiapan buat berangkat sekolah ikut Kegiatan Tengah Semester (KTS) di Jatim Park I, Malang.
Seperti biasa ke sekolah naik antar jemput bemo -nama lain 'angkot' di Surabaya-
Setelah Fukui menunggu lama, akhirnya datang juga. Bemo melaju, di dalamnya duduk seorang permpuan di bangku empat, samping pintu, menggunakan kerudung kuning, bermuka judes dengan ukuran badan kira-kira 67 kg, usia kira-kira hampir 60 tahun dan sebayanya, ngajak aku ngomong, dengan logat khas surabaya. Aku duduk berhadapan sama ibu itu, dia selalu mengejutkan dan ngagetin kalo pas lagi ngomong dengan memukul kecil. Aku nyebut beliau 'ibukaget'.

ibukaget: sekolah mana mbak?

aku: sma4, buk

ibu
kaget: (melotot)

aku: sma4 buk (senyum manis)


ibu
kaget: oh anak saya juga dulu sekolah di situ mbak, sekarang sudah sarjana di FISIP . Saya dulu juga guru SMP 12 mbak, trus sekarang sudah pensiun. Saya pernah ditawari ngajar lagi tapi gamau. Males mbak, mending di rumah jaga kos an. (pandangan menerawang ke jalanan)

aku: (hmm, rupanya bu kos) ooooh, lulus tahun berapa buk? (sambil bayangin dia kalo jadi bu kos yang galak, yang sering digambarkan oleh media,hihihi)

ibu
kaget: sudah lama mbak, sejak tahun 2004, trus masuk FISIP, sekarang sudah sarjana padahal dulu di IPA. tapi yo gitu mbak IPnya ga pernah dapet bagus. sekarang sulit cari kerjanya mbaknya jurusan apa?

aku
: oooh. saya juga IPA (senyum)

ib
ukaget: mbaknya mau nglanjutkan apa setelah SMA?

aku: ooh saya mau ngelanjutin kuliah buk.
ibukaget: lha iya mbak saya juga tau, tapi di mana? (dengan sedikit tekanan pada intonasi)

aku: (merinding) di UNAIR buk.
ibukaget: kenapa ga di UNESA aja mbak? saya dulu lulusan unesa lo. (jari telunjuknya udah mulai ke arahku)

aku: enggak, emang minat saya ke UNAIR (diplomatis kan, haha)

ibukaget: loh, emang ya! Anak jaman sekarang taunya sekolah negeri cuma unair, ITS. Kamu anak Surabaya juga harus tau lo mbak. Unesa itu juga bagus. Teknik di UNESA juga sudah adalo mbak. Saya dulu juga lulusan UNESA mbak @?!!2#$!O#$$!@!

aku: (diam)...........

ibukaget: semua sekolah itu sama aja mbak, orang nanti dapat setifikat sama ijazah juga ! jurusan MIPAnya juga bagus mbak, ga kalah sama UNAIR.

aku: (tarik napas, buka mulut)....

ibukaget: banyak juga temen anak saya yang di UNESA sukses.

aku: iya buk, saya ga milih UNESA karena emang jurusan yang saya minati ga ada disitu (deg..deg..deg)

ibukaget: mbaknya mau jurusan apa sih mbak? (mimik mukanya seakan bicara 'lo mau nantangin gua?', seperti itulah kira-kira)

aku: FKG buk.

ibukaget: (diam) ............

10 detik kemudian....
ibukaget: oh ya emang ga ada mbak, jurusan itu di UNESA! kenapa ga di Universitas Hang Tuah (UHT) aja mbak?! atau di Widya Mandala. itu juga bagus lo mbak anaknya teman saya ..........@#!@$%!*(!@@2!##!#@

aku: (yah, kok jadi aku sih yang disalahin, orang ini yaaaa, duh kok kayaknya alergi banget denger kata 'unair') ya tapi kan di swasta mahal buk. apalagi di UHT. (sok tahu)

ibukaget: iya mbak, kalo di UHT kirakira blablablabla. tapi ya gak papa sih kalo otaknya mbaknya kuat. kenapa ga ambil 'desain produk' aja mbak?

aku: iya buk, saya juga tahu saingannya nanti sulit

ibukaget: tuh kan, lha iya mbak, UHT aja gampang. Walopun mahal, tapi kalo niat mau nyekolahkan anak ya harus dimaksimalkan! ya itu terserah mbaknya, kalo otaknya kuat ke unair.

aku: DOAKAN SAYA BISA BUK! (mantap). dispro itu sulit karena saya.........

ibukaget: kalo emang sulit, ya udah mbak, jangan kemulukan...........@#@!

aku: ya karena saya ga bisa gambar buk, persyaratan ke sana yang pertama harus bisa kreatif dan gambar. dan saya ga punya kemampuan itu buk. (akhirnya bisa ngomong panjang sok tau juga)

ibukaget: (diam) tapi gampang kok mbak, anaknya teman saya@!#$!$@#! anaknya orang biasa mbak mintanya kemulukan, ga mau ke SMP12, maunya SMP1, SMA5, trus sekarang di kedokteran.....(seperti meremehkan, tapi mengagumi)

aku: loh berarti dia dulunya SMP1, SMA5?

ibukaget: loh iya lah mbak !

aku: oh berarti orangnya emang mampu ya buk. (tetap ramah)

ibukaget: loh mbaknya ini gimaaana sih, ya iyalah mbak (melotot sambil memukul kecil kakiku). Orang dia sering juara olimpiade matematika di Malang. (telunjuknya mulai bergerak). Puuuuiiinnnteeeeer itu mbak!

aku: oh iya.

ibukaget: tapi sayang mbak, dia ga panjang umur kena kanker apa gitu mbak, ga mau makan apapun, pinter-pinter ko ga mau mikir apa akibatnya kalo ga mau makan.

aku: yah, namanya orang sakit buk. (dalam hati, takut disemprot lagi, dan serangan magic telunjuknya)

ibukaget: dia meninggal umur 29 tahun mbak kasihan (sambil memencet bel agar si sopir berhenti). Saya duluan ya mbak...

aku: inggih buk, mangga (iya buk, silahkan)


Fiuuuhh, akhirnya selesai juga obrolan ini, setelah ibu itu turun, baru inget kalau ada temenku yang se-bemo sedari tadi merhatiin aku terus.
aku: gilaaa, capek dari tadi dipelototin terus. diomeli. Masyaallah.
temenku: huahahahhahaha, sabar ya. Kalo aku jadi kamu udah aku cuekin dari tadi. Tapi salut deh, gimana caranya dia nunjukin kecintaannya sama almamaternya.
aku: hhhhh, kampret! Tapi ga usah pake emosi juga dong.
temenku: hahahahaahahah......


Banyak hal bisa jadi pesan dalam perbincangan singkat sama ibu tadi. Dalam masa-masa galau memilih jurusan, ibu tadi mengingatkan agar aku selalu menjaga kemampuan otakku (hehehe). Selain itu juga, aku juga ikut tersadar apakah pilihanku hanya berdasarkan prestis 'Brand academic' ataukah benar ingin memilih sesuai minat?

Aku masih menyimpan petanyaan-pertanyaan ini, hingga satu menit kemudian kami akhirnya sampai depan sekolah. Aku pun turun, sudah banyak bis yang menunggu kami untuk berangkat dengan masih memikirkan misteri jawabannya.